Selasa, 31 Juli 2012

DANSOS CAPAI 357 JUTA-AN, PRESTASIKAH?



Dalam aturan di PNPM mandiri Perdesaan, telah dijelaskan bahwa bagi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) yang telah mencapai surplus pada akhir tahun pembukuan harus mengalokasikan Dana Sosial. Dana Sosial
ini diperuntukkan bagi rumah tangga miskin (RTM) absolut. Hal ini sesuai dengan amanat program yang tercantum dalam PTO X nomor 10.1.7 mengenai Kelembagaan UPK yang berbunyi “Bantuan Langsung RTM (mengacu daftar RTM) minimal 15 % dari surplus tahunan”. Aturan ini juga sekaligus menjadi landasan hukum dan petunjuk teknis bagi UPK dalam pelaksanaan pembagian surplus.
Pada akhir 2011, setidaknya tercatat Rp. 357.836.000,- dana sosial untuk rumah tangga miskin (RTM) yang telah disepakati pada MAD Tahunan Kelembagaan BKAD bulan januari 2012 di wilayah Kabupaten Tegal. Dana tersebut adalah kumulatif dari sembilan kecamatan, yaitu : Lebaksiu, Dukuhwaru, Jatinegara, Bumijawa, Pagerbarang, Kedungbanteng, Warurejo, Kramat dan Bojong. Sedangkan empat kecamatan lain masih berjuang untuk bisa menggenjot surplus sehingga belum bisa memberikan tambahan angka dana sosial.
Namun demikian, tingginya angka capaian dana sosial bagi RTM di Kab. Tegal tahun 2011 benarkah sebuah prestasi atau keadaan yang wajar dan biasa? pertanyaan tersebut tentu tidak menuntut jawaban yang cepat. Pasalnya banyak indikator dan data yang harus dijadikan rujukan. Di sisi yang lain dengan adanya dana sosial tentu akan memaksa adanya konsekwensi lain, mulai dari penambahan beban kerja UPK, penentuan sasaran, hingga tindak lanjut kegiatan, serta tanggungjawab pengelolaan.

Terlepas dari prestasi atau bukan, perjuangan untuk mengentaskan kemiskinan di Kab. Tegal masih sangat panjang. Diperlukan kemampuan, sinergitas kinerja dan kesadaran semua komponen tentang bagaimana mewujudkan semangat tujuan menurunkan angka kemiskinan.
Data angka kemiskinan sementara yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Tegal sebesar 13,98 %. Meskipun memasuki tahun 2012 angka tersebut kemungkinan akan berubah. Namun sayangnya,  hingga saat ini PNPM Mandiri Perdesaan sebagai program yang sukses mencetak lembaga penghasil ratusan bahkan milyaran dana sosial, baru bisa mengalokasikan dana surplus-nya pada angka minimal 15%. Sedangkan pada tataran teknis belum ada aturan jelas mengenai tata cara, apa saja dan siapa saja sasaran dari pengalokasian surplus tersebut.
Kecenderungan beda tafsir yang kerap terjadi dalam pelaksanaan program di tataran akar rumput harus segera disudahi. Penentuan kegiatan yang boleh didanai oleh Dana Sosial, standar RTM dan klasifikasi miskin harus dibakukan. Sehingga istilah ”salah sasaran” tidak akan terjadi. Sebab bila hal ini terus terjadi, akibatnya upaya dalam menurunkan angka kemisinan melalui Dana Sosial akan kurang efektif, sebagaimana tujuan awal adanya program PNPM.
Bertolak pada hal tersebut, maka tidak ada salahnya apabila lembaga dan pihak terkait sebagai pemegang kebijakan pelaksanaan Program PNPM Mandiri Perdesaan di Kab. Tegal melakukan langkah-langkah strategis dalam me-regulasi tataran teknis pengalokasian dana sosial, sehingga akan lebih mengena dengan tujuan awal adanya Dana Sosial tersebut, yakni menurunkan angka kemiskinan.